Bahan Itu Penting: Biaya Lingkungan dari Media Patung
Bahan Patung Tradisional vs. Berkelanjutan
Perunggu, marmer, dan resin selalu menjadi pilihan populer untuk patung berkat ketahanan dan tampilannya yang sangat menarik. Namun ada dampak negatif yang tidak bisa diabaikan. Pengambilan material ini dari dalam tanah dan proses pengolahannya menghasilkan banyak emisi karbon, merusak habitat, serta menguras sumber daya alam. Sebaliknya, para seniman mulai beralih ke pilihan ramah lingkungan seperti logam daur ulang dan tanah liat yang dapat terurai secara hayati. Apa yang membuat alternatif ini lebih baik? Umumnya, jejak karbonnya lebih kecil karena kita tidak perlu terus-menerus menggali sumber daya baru, selain itu juga membantu mengurangi limbah yang masuk ke tempat pembuangan akhir. Ambil contoh logam daur ulang, yang menghemat sekitar tiga perempat energi yang dibutuhkan saat memproduksi logam baru dari bijih mentah. Badan Energi Internasional bahkan mencatat bahwa beralih ke material yang lebih hijau ini bisa mengurangi beban lingkungan dari pembuatan patung secara signifikan hanya dengan menggunakan lebih sedikit sumber daya secara keseluruhan.
Dampak Tersembunyi dari Seni Berbasis Busa (Styrofoam & Busa Florist)
Seniman senang bekerja dengan bahan busa seperti styrofoam dan busa floris karena sangat mudah dipotong dan dibentuk, sehingga sangat cocok untuk instalasi besar dan patung styrofoam raksasa yang kadang kita lihat di galeri. Namun, ada sisi gelap dari semua kreativitas ini. Ambil contoh styrofoam—benda ini hanya berserakan selamanya karena tidak terurai secara alami, berakhir di lautan dan ladang kita di mana ia menyebabkan masalah serius. Kebanyakan orang tidak menyadari betapa buruknya situasi daur ulang bahan ini. Badan Perlindungan Lingkungan Hidup melaporkan bahwa kurang dari 1% dari seluruh styrofoam didaur ulang setiap tahunnya. Meskipun demikian, beberapa seniman yang berpikiran maju telah mulai beralih ke pilihan yang lebih ramah lingkungan. Beberapa pemahat kini menggunakan busa berbasis tanaman yang dapat terurai secara alami, sementara yang lain bereksperimen dengan kayu daur ulang atau bubur kertas sebagai penggantinya. Pergeseran ini membantu menjaga inovasi seni tetap hidup tanpa meninggalkan tumpukan limbah beracun.
Batu dan Logam: Umur Panjang vs. Ekstraksi Sumber Daya
Para seniman telah bekerja dengan batu dan logam sejak zaman kuno karena bahan-bahan ini tahan lama dan terlihat sangat indah ketika diukir atau dibentuk. Dibandingkan dengan bahan lain, benda dari batu dan logam tidak memerlukan banyak perbaikan atau penggantian, sehingga pada akhirnya menghasilkan lebih sedikit limbah. Namun, ada sisi lain dari cerita ini. Pengambilan bahan baku ini dari dalam bumi tidak sepenuhnya baik bagi lingkungan. Saat perusahaan menggali batu atau menambang logam, ekosistem yang luas bisa hancur, sungai dan udara menjadi tercemar, serta ton karbon dilepaskan ke atmosfer. Ambil contoh penambangan logam, EPA bahkan menyatakan bahwa industri ini termasuk salah satu penyumbang utama emisi racun di seluruh Amerika. Namun, beberapa orang kreatif mulai memikirkan ulang hal ini. Kini, semakin banyak pematung yang memilih menggunakan bahan daur ulang. Dengan memanfaatkan kembali apa yang sudah ada, mereka mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ekstraksi sumber daya baru secara terus-menerus.
Jejak Karbon dalam Produksi Seni Publik
Proses Fabrikasi yang Intensif Energi
Membuat patung besar biasanya memerlukan proses yang boros energi seperti pengecoran dan pengelasan yang menghabiskan banyak daya. Metode-metode ini memainkan peran besar dalam jejak karbon pembuatan karya seni publik di sekitar kota. Ambil contoh pengecoran logam, ketika seniman melelehkan perunggu atau baja, mereka harus menaikkan suhu tungku hingga ribuan derajat Fahrenheit, biasanya dengan membakar batu bara atau gas alam dalam prosesnya. Angka-angkanya juga cukup menggambarkan realita. Hanya pengecoran logam saja menghasilkan lebih dari 600 juta ton metrik CO2 setiap tahun menurut berbagai studi industri, termasuk data dari lembaga pemerintah. Namun kini para seniman dan perajin mulai mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. Beberapa bengkel telah mulai bereksperimen dengan teknik pengelasan dingin yang sama sekali tidak memerlukan panas, sementara yang lain mencoba tungku bertenaga surya untuk coran kecil. Inovasi-inovasi ini mungkin belum sepenuhnya menggantikan metode konvensional, tetapi jelas menunjukkan arah masa depan di mana karya seni monumental tidak lagi hadir dengan dampak lingkungan yang begitu berat.
Tantangan Transportasi untuk Pekerjaan Skala Besar
Memindahkan patung-patung besar bukanlah tugas yang mudah dan meninggalkan jejak cukup besar terhadap lingkungan. Saat karya-karya besar dikirim dari satu tempat ke tempat lain, mereka menghabiskan ton bahan bakar dan menghasilkan emisi dalam jumlah besar sepanjang perjalanan. Ambil contoh instalasi besar "Hollow Men" yang berada di kampus Cal State Long Beach. Mengangkut benda tersebut ke sana pada dasarnya merupakan mimpi buruk logistik karena ukurannya yang sangat besar dan berat. Seluruh proses ini juga menghasilkan polusi karbon yang serius, karena mesin khusus harus dibawa masuk dan truk biasa tidak mampu menangani benda sebesar itu. Namun situasinya mulai berubah seiring kemunculan teknologi baru. Beberapa perusahaan sedang mencoba truk hybrid dan bahkan model listrik sepenuhnya untuk kebutuhan transportasi. Ada pula minat yang semakin besar untuk menggunakan jaringan kereta api bila memungkinkan, alih-alih transportasi darat. Perubahan-perubahan ini berarti kita mungkin akhirnya akan melihat penurunan nyata dalam dampak lingkungan dari pemindahan karya seni raksasa tersebut.
Studi Kasus: Perjalanan Patung Granit Melewati Beberapa Benua
Ambil kisah sebuah patung granit besar yang menempuh perjalanan lintas benua sebelum akhirnya berdiri di sebuah taman kota. Seluruh perjalanan dimulai dari tambang tempat batu diekstraksi, kemudian melewati berbagai tahap pemotongan dan pembentukan, hingga akhirnya tiba di tujuan setelah beberapa kali pengangkutan jarak jauh. Melihat lebih dekat bagaimana cara patung ini sampai ke lokasi menunjukkan betapa banyak karbon yang dilepaskan saat memindahkan karya seni berat mengelilingi dunia, terutama jika dibandingkan antara angkutan laut dan pesawat yang mengonsumsi bahan bakar sangat besar. Apa yang telah kita pelajari dari melacak perjalanan ini menunjukkan bahwa para seniman dan perencana sebaiknya mempertimbangkan ulang pilihan material. Alih-alih mengimpor batu dari belahan dunia lain, mungkin batu lokal sudah cukup baik. Dan untuk patung-patung besar tersebut? Mungkin sebaiknya tetap berada dekat dengan tempat asalnya daripada berpindah-pindah antar negara. Kota-kota yang ingin memasang karya seni publik dapat menghemat biaya sekaligus sumber daya planet dengan mempertimbangkan alternatif praktis seperti ini sejak awal.
Gangguan Lingkungan yang Spesifik terhadap Lokasi
Dampak Ekosistem dari Instalasi Permanen
Mendirikan patung permanen sering kali mengubah ekosistem lokal dengan cara-cara yang tidak selalu dipikirkan orang. Karya seni memang tampak indah, tetapi dapat mengganggu habitat ketika kita membawa material asing dan mengubah bentuk lahan. Ambil contoh karya patung berbahan foam core besar yang kadang ditempatkan di daerah sensitif. Patung-patung ini memecah habitat dan mengganggu tumbuhan serta hewan yang hidup di sana. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa patung kecil atau yang terbuat dari bahan yang terurai secara alami dapat membantu mengurangi masalah semacam ini. Kini semakin banyak seniman yang mulai memilih lokasi yang selaras dengan kondisi alam setempat, bukan yang bertentangan dengannya. Dan banyak pula yang beralih ke bahan yang lebih ramah lingkungan. Intinya sederhana: ciptakan karya seni yang menyatu dengan alam, bukan merusaknya.
Pameran Sementara versus Dampak yang Bertahan Lama
Dampak lingkungan dari pameran sementara cenderung bertahan lebih lama daripada yang disadari kebanyakan orang, terkadang setara atau bahkan melebihi jejak yang ditinggalkan oleh instalasi permanen. Memang, pameran ini tidak meninggalkan luka permanen pada lingkungan, tetapi semua upaya pemasangan, pembongkaran setelahnya, dan penanganan barang-barang yang tidak diinginkan lagi menciptakan masalah nyata bagi lingkungan serta menghasilkan ton-tongan sampah. Studi menunjukkan bahwa pameran jangka pendek ini sebenarnya menghasilkan cukup banyak limbah, terutama karena banyak penyelenggara yang bergantung pada barang sekali pakai untuk segala hal, mulai dari rambu-rambu hingga etalase pameran. Namun, beberapa museum dan galeri mulai melawan tren ini. Semakin banyak lembaga yang beralih ke perlengkapan bekas, menyewa peralatan alih-alih membeli yang baru, serta merancang pameran dengan mempertimbangkan penggunaan ulang sejak awal. Pendekatan ini membantu mengurangi limbah, sekaligus tetap memungkinkan institusi menyelenggarakan pameran menarik tanpa harus mengeluarkan biaya besar.
Paradoks Solo Cup: Seni Tema Limbah yang Menciptakan Limbah
Karya seni yang dibuat dari sampah, seperti patung yang dibangun sepenuhnya dari Solo Cup, menciptakan situasi jebakan yang nyata. Di satu sisi, karya-karya ini membuat orang memikirkan masalah sampah yang kita hadapi setiap hari. Namun tunggu dulu, beberapa orang menunjukkan bahwa instalasi serupa justru bisa menghasilkan lebih banyak limbah daripada yang berhasil dihilangkan. Orang-orang yang menyaksikan pameran ini cenderung bingung apakah karya seni tersebut benar-benar ramah lingkungan atau hanya bentuk polusi lainnya. Para seniman yang berusaha menyampaikan pesan lingkungan yang kuat tanpa memperburuk keadaan akhir-akhir ini mulai mencoba pendekatan berbeda. Sebagian mengumpulkan barang bekas untuk proyek mereka. Yang lain merancang karya yang bisa dikembalikan ke tempat daur ulang setelah dipamerkan. Beberapa bahkan membuat karya yang dirancang untuk terurai secara alami dalam hitungan bulan atau tahun saat ditempatkan di luar ruangan. Tujuannya bukan hanya membicarakan isu-isu limbah, tetapi benar-benar menjalani prinsip tersebut dalam setiap tahap proses kreatif.
Inovasi dalam Patung Berwawasan Lingkungan
Bahan Biodegradable: Dari Foam Clay hingga Mycelium
Seniman semakin beralih ke bahan biodegradable saat mengeksplorasi cara yang lebih ramah lingkungan untuk menciptakan karya patung. Foam clay dan mycelium menjadi pilihan yang menonjol di antara opsi tersebut, menyediakan alternatif ramah lingkungan yang tetap efektif secara artistik. Ambil contoh foam clay, bahan ini memungkinkan para pemahat untuk sangat kreatif sambil mengetahui bahwa karya mereka pada akhirnya akan terurai secara alami, mengurangi jumlah limbah yang masuk ke tempat pembuangan akhir. Beberapa seniman telah mulai bereksperimen dengan mycelium, yang berasal dari jamur, untuk membuat karya detail yang benar-benar dapat membusuk setelah beberapa waktu. Pendekatan ini sangat sesuai dengan apa yang diinginkan banyak pencipta saat ini—bertanggung jawab secara lingkungan tanpa mengorbankan kualitas maupun orisinalitas. Selain itu, penggunaan bahan seperti ini membuka kemungkinan baru untuk instalasi sementara dan karya luar ruangan yang tidak meninggalkan masalah sampah permanen.
Instalasi Kinetik Berdaya Surya
Patung kinetik yang ditenagai oleh matahari sedang mengubah cara kita memandang seni hijau, menggabungkan kreativitas dengan solusi energi bersih. Cara kerja karya-karya ini sebenarnya cukup menarik—mereka menangkap cahaya matahari melalui panel di siang hari, lalu menggunakan daya yang tersimpan untuk menggerakkan bagian-bagiannya pada malam hari atau kapan pun ada cukup muatan. Beberapa proyek luar biasa telah bermunculan belakangan ini, seperti karya seni besar yang bergerak dan dipasang di atas gedung-gedung di kota-kota Eropa. Orang-orang berkumpul di sekitarnya, membicarakan nilai artistiknya sekaligus bagaimana hal itu membuat mereka merenungkan dampak mereka sendiri terhadap planet ini. Seiring teknologi surya terus berkembang dari waktu ke waktu, para seniman menemukan cara-cara baru untuk mengintegrasikan sumber daya terbarukan ini ke dalam karya mereka. Kita mungkin akan melihat lebih banyak instalasi interaktif yang bermunculan dalam waktu dekat, yang tidak hanya tampak indah tetapi juga membantu menyebarkan kesadaran tentang lingkungan tanpa terkesan menggurui.
Patung Terumbu Buatan: Menggabungkan Seni dengan Konservasi
Ketika seniman mulai membangun terumbu bawah laut, sesuatu yang luar biasa terjadi di persimpangan antara kreativitas dan pelestarian alam. Struktur buatan manusia ini tampak seperti formasi karang asli dan benar-benar membantu populasi ikan pulih kembali setelah bertahun-tahun mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan dan polusi. Ambil contoh patung-patung tenggelam terkenal di dekat pantai Meksiko yang seiring waktu telah menjadi rumah bagi berbagai makhluk laut. Kawasan di sekitarnya kini dipenuhi kehidupan yang sebelumnya tidak ada. Yang membuat pendekatan ini istimewa adalah bagaimana ia menggabungkan keindahan dengan fungsi. Alih-alih hanya dipajang di galeri, karya seni ditempatkan ke dalam laut di mana ia menjalankan dua fungsi sekaligus: memulihkan habitat yang rusak sekaligus mengedukasi masyarakat tentang lingkungan laut melalui pengalaman langsung, bukan hanya lewat buku pelajaran.
